Dahulu KH. M. Yahya pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Huda generasi ke 4 pernah mengajak H. M. Baidlowi Muslich untuk berdakwah di daerah Karangbesuki. Beliau berkata kepada H. M. Baidlowi Muslich yang ketika itu masih menjadi santri KH. Muhammad Yahya. “mbesok ono pondok pesantren dek kene” (suatu saat nanti ada pondok pesantren di sini) kemudian suatu hari masyarakat Karangbesuki beserta tokohnya mewaqafkan sebidang tanah H. M. Dasuki kepada keluarga KH. Muhammad Yahya.
Setelah beberapa bulan kemudian, setelah mewaqafkan tanah tersebut, beliau KH. Muhammad Yahya ditinggal oleh putra sulungnya yang bernama H. M. Dimyati Ayatullah Yahya, kemudian + 40 hari setelah meninggalnya KH. M. Dimyati, beliau KH. Muhammad Yahya juga menyusul berpulang ke Rahmatullah dan akhirnya Ibu Nyai Hj. Nyai Siti Khotijah Yahya merasa kehilangan kedua orang yang dikasihinya. Akhirnya di kembalikanlah tanah yang dahulu diwaqafkan kepada keluarga KH. Muhammad Yahya karena merasa kurang mampu untuk mengelolanya.
Setelah dikembalikan tanah tersebut kepada masyarakat Karangbesuki, kemudian oleh masyarakat di buatlah sebuah yayasan pendidikan Islam Sunan Kalijaga yang terdiri dari Masjid Sunan Kalijaga, RA, MI, dan MTs Sunan Kalijaga.
Pada tahun 1994 M, keluarga Alm. H. Dasuki, saudara H. M. Khoiruddin menjual tanah yang berada di dekat/samping masjid Sunan Kalijaga. Kemudian banyak pembeli yang menawarkan diri termasuk orang Cina (non Muslim) yang mau membelinya dengan harga yang cukup menarik, akhirnya masyarakat resah jika tetangga Masjid Sunan Kalijaga adalah orang Cina, akhirnya masyarakat pergi ke kyai Gading (Pondok Pesantren Miftahul Huda) untuk meminta solusi agar tidak dibeli oleh orang Cina. Ketepatan yang diminta solusi adalah KH. M. Baidlowi Muslich akhirnya beliau memberikan solusi untuk membelinya secara bersama-sama, kemudian masyarakat bertanya untuk apa kita beli bersama–sama? Beliau menjawab “ya dibangun untuk pesantren”. Akhirnya masyarakat sepakat dan dibelilah tanah tersebut untuk sebuah pesantren.
Pada tahun 1997 M, mulailah beliau bersama masyarakat Karangbesuki membangun pesantren sebagai bukti kesungguhan beliau yang merasa menerima amanat. Setelah mendapatkan restu dari Ibu Nyai Siti Khotijah Yahya, Kemudian Beliau membangun pesantren tersebut dan dinamailah pesantren tersebut dengan nama “Anwarul Huda” nama tersebut dipilih agar tidak jauh berbeda dengan Pondok Pesantren Miftahul Huda (Gading). Baik sistem pendidikannya maupun pengelolaannya. Akhirnya berdirilah Pondok Pesantren Anwarul Huda Kota Malang sampai sekarang.
Visi:
Mencetak muslim “Ibadurrachman” sebagai contoh para hamba Allah yang siap memimpin bangsa yang ramah menuju baldatun thoyyibatun warabbun ghofur (QS. Al Furqon 63 -77).
Misi:
1. Mendidik generasi yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
2. Mencetak para santri yang cerdas terampil dan siap pakai di segala bidang (ready for use).
3. Menyiapkan para calon pemimpin dan tokoh masyarakat Islam (da’i/muballigh) demi melestarikan ajaran Islam ala ahlussunnah wal-Jamaah melanjutkan perjuangan para ulama’ /kyai di Indonesia.
D. Tujuan Pesantren
1. Tujuan Umum:
Dakwah Islamiyah; mengajak umat Islam untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. dan berbuat kebijaksanaan untuk kepentingan agama, bangsa dan negara.
2. Tujuan Khusus:
a) Menyiapkan generasi-generasi Islam yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia.
b) Mendidik para santri untuk memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan serta berwawasan luas untuk menghadapi era globalisasi.